Pertumbuhan Ekonomi Kurang Berkualitas
Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Mudrajad Kuncoro menyatakan,
pertumbuhan ekonomi meningkat dan pendapatan per kapita mencapai 3.540
dollar Amerika Serikat per tahun.
Namun, indikasi ketimpangan terlihat
sebagai hasil proses pembangunan nasional saat ini. Hal itu diukur
dengan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin lebar sebagaimana
tecermin dari koefisien gini, yakni meningkat dari 0,33 tahun 2002
menjadi 0,41 tahun 2011.
”Ironisnya, penurunan kue nasional yang
dinikmati kelompok 40 persen penduduk termiskin justru diikuti oleh
kenaikan kue nasional yang dinikmati oleh 20 persen kelompok terkaya,”
kata Mudrajad saat dihubungi di Jakarta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) Sofjan Wanandi melihat pertumbuhan itu hanya dinikmati oleh
kelas menengah ke atas, sedangkan masyarakat kelas bawah yang tergerus
berbagai hambatan hanya berupaya bisa bertahan.
”Kalaupun untung, kelas bawah itu
keuntungannya semakin tipis karena mereka harus merasakan tingginya
harga bahan baku dan harus berhadapan dengan bunga kredit perbankan yang
tinggi,” kata Sofjan.
Ia memastikan pertumbuhan yang saat ini
dicapai dipicu oleh kenaikan pola konsumsi masyarakat dalam menghadapi
puasa dan perayaan Idul Fitri. Soal investasi yang meningkat, menurut
Sofjan, bukanlah merupakan hal baru.
Dikatakan, investasi yang saat ini
terlihat gencar dilakukan, terutama oleh investor asing, merupakan
proses yang sudah berlangsung dua tahun lalu. Bukan kecepatan proses
investasi yang baru-baru ini diajukan, seperti investasi Foxconn dari
Taiwan yang masih berkutat pada pencarian lahan industri.
Tidak banyak perubahan
Kalangan nelayan dan serikat buruh mengakui tidak banyak merasakan dampak dari pertumbuhan ekonomi triwulan II yang signifikan.
Cornelius Mahuze (32), nelayan
tradisional warga suku Marind Kampung Mbuti, Distrik Merauke, Kabupaten
Merauke, Papua, mengaku kehidupannya selama ini tidak mengarah lebih
baik. ”Ya, begini-begini saja, hanya bisa jaring udang. Tidak punya
perahu, tidak ada modal,” ujarnya, Selasa.
Cornelius sehari-hari bekerja menjaring
udang di pinggir laut di Pantai Mbuti. Bila sedang musim udang, ia bisa
mendapat 10-20 kilogram per hari. Udang dijual Rp 15.000 per kg. Bila
bukan sedang musim udang, ia hanya bisa mendapat 1-2 kg dalam sehari.
”Kalau musim panas atau musim ombak besar, tidak ada penghasilan,”
ujarnya.
Laurensius Mahuze (50), nelayan
tradisional lainnya, warga Kampung Mbuti, juga hanya bisa mengandalkan
menjaring udang di pinggir laut karena tidak memiliki perahu motor untuk
menangkap ikan hingga ke tengah laut. Penghasilannya bergantung pada
musim tangkap udang.
”Kalau tidak musim udang, saya hanya menjual kelapa muda Rp 5.000 per buah,” katanya.
Sementara menurut aktivis buruh di
Surabaya, Jawa Timur, Jamaluddin, pertumbuhan ekonomi belum mampu
menyejahterakan buruh dan hanya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha.
Hal itu tecermin dari bertambahnya pekerja dengan status alih daya
sehingga kewajiban pemilik perusahaan, seperti memberikan hak pensiun,
tunjangan kesehatan, dan biaya sekolah anak, justru nihil.
”Upah buruh di Indonesia paling murah
dibandingkan Thailand, Singapura, Filipina, dan Malaysia. Artinya,
pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan penghasilan buruh,
apalagi petani dan nelayan,” katanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari
Universitas Airlangga, Surabaya, Subagyo, menilai, hasil dari semua itu
justru dinikmati oleh investor asing yang sudah menguasai kepemilikan
saham di hampir semua sektor usaha. ”Pertumbuhan ekonomi tidak berdampak
langsung pada orang-orang kecil, tetapi justru para pemilik modal,”
ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyatakan, pertumbuhan
ekonomi triwulan II-2012 dipicu pertumbuhan konsumsi domestik dan
investasi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi 11 persen,
realisasinya bisa mencapai 12 persen.
”Bagaimana menjaga momentum dan
meminimalkan ekspor yang turun. Kemudian kontribusi sektor pertanian
paling bagus. Itu yang menjadi pendorong. Harapan kami, semua itu bisa
diterjemahkan pada kesejahteraan rakyat dan mengurangi pengangguran,”
ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar